Tulisan ini adalah ringkasan hidup saya dalam menggapai impian dan cita-cita. Tulisan ini di buat untuk anak-anak sekolah minggu di Pulau Sanglar-Riau dalam pelayanan Misi 17~19 Januari 2015.
Namaku Sarah. Aku berasal dari kota kecil di Pulau Sumatera yaitu Dumai. Dumai adalah tempat aku dibesarkan, kota dimana penduduknya masih bergantung pada air hujan sebagai air minum. Ketika musim kemarau datang, kadang kami terpaksa membeli air bersih untuk minum dan keperluan sehari-hari. Dumai adalah kota yang kaya akan hasil minyak bumi, minyak sawit, dan hasil lautnya. Tapi kota ini adalah kota yang terlupakan oleh pemerintah. Pembangunan berjalan sangat lambat di kota ini.
Ayahku bekerja sebagai pemborong, sedangkan ibu adalah sebagai ibu rumah tangga. Ayah selalu keluar kota mencari nafkah untuk keluarganya. Aku sangat bangga punya Ayah yang pekerja keras dan mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai mendapat gelar Sarjana, dan aku bangga punya Ibu yang sangat setia menjaga dan mendidik anak-anaknya.
Waktu kecil, aku sering bermain bersama teman-teman tetangga. Kadang-kadang kami masuk ke hutan, pergi ke daerah tepi-tepi laut dan nelayan. Jadi, aku ini benar-benar anak daerah. Di kota itu, hanya ada dua sekolah negeri menengah atas (SMU), tidak ada mall dan supermarket.
Aku menyelesaikan pendidikan SD, SMP, dan SMA di kota Dumai. Waktu kelas 1 SD, aku mendapat ulangan nilai “nol” di pelajaran menulis untuk yang pertama kalinya. Ayah kecewa dan sangat marah karena aku tidak pernah belajar. Sejak saat itu, aku mulai mencoba belajar membaca dan menulis.
Karena bisa membaca, akhirnya aku ketagihan. Semua buku aku baca, koran, majalah, dan apa saja yang bisa dibaca. Saat jam istirahat, aku tetap duduk di kelas dan membaca buku-buku pelajaran. Dan ini membuat ibu guru mengusir aku untuk istirahat di luar ruangan.
Di Dumai, kami mendapat siaran TV Malaysia, TV2. Aku sering menonton sinetron Hongkong setiap sore. Dalam sinetron hongkong selalu menunjukkan gedung-gedung bertingkat, kota yang sangat maju, para eksekutif muda dengan handphone yang berukuran besar dan baju-baju musim dinginnya. Saat itu, aku mulai punya impian untuk bekerja di gedung-gedung yang tinggi, merasakan negeri 4 musim (musim salju, musim semi, musim panas, musim gugur), dan ingin terbang.
Saat aku di bangku SMA, aku masih gemar menulis, membaca dan menggambar. Aku juga suka benda-benda langit. Hampir tiap malam, aku keluar menatap ke langit yang berselimutkan bintang-bintang dan mulai menyusun mimpi dan cita-cita. Suatu saat krisis keuangan terjadi. Keluargaku hanya hidup bergantung dari tabungan di bank. Di tengah-tengah kesulitan keuangan, aku harus hidup hemat. Aku ingin kuliah setelah lulus SMA. Kondisi keuangan keluargaku hanya cukup membiayai kuliah di universitas negeri, dan aku tidak punya dana mengambil kursus persiapan menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri. Jadi aku belajar sendiri. Sebenarnya ada rasa khawatir dan takut tidak bisa kuliah, tapi aku tetap berdoa dan belajar. Prinsip aku, yang penting aku sudah berusaha maksimal, tentang hasilnya nanti biarlah kehendak Tuhan yang jadi. Puji Tuhan, saat pembagian ijazah SMA, Sekolahku mengumumkan bahwa aku di undang masuk menjadi mahasiswa perguruan tinggi negeri yang terkenal, Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, melalui jalur mahasiswa bibit unggul daerah.
Air mata bahagia pun mengalir, dan tidak lupa aku mengucap syukur pada Tuhan. Beberapa minggu kemudian aku dan ibuku menyerahkan diri sepenuhnya pada Yesus dan dibaptis.
Petualangan hidup semakin indah bersama Yesus. Di Yogya, aku ikut dalam pelayanan youth di gereja Bethany dan sudah tentu belajar dengan rajin, dan mencari uang saku tambahan dengan menjadi asisten dosen.
Akhirnya aku bisa lulus dengan predikat cumlaude, dan bekerja di kota besar, Jakarta, tetapi kantor aku masih berlantai 3 saat itu. Kemudian oleh kasih karunia Tuhan, aku pindah kerja ke Korea Selatan. Korea, di sini aku bisa pakai baju-baju tebal dan merasakan negeri 4 musim, melihat daun-daun berguguran di musim gugur, bunga-bunga sakura yang indah di musim semi, mendengar suara-suara serangga di musim panas, dan bermain salju di musim dingin. Saat itu kantor aku berada di lantai 19.
Karena orang tua aku sudah lanjut usia, aku pun memutuskan pindah dan bekerja di Singapura supaya lebih mudah mengunjugi keluarga. Dan sekarang aku bekerja di perusahaan di lantai 29 dan aku sangat bersyukur bisa bertemu teman-teman gereja Bethany dan bersama-sama ikut melayani ke Pulau Sanglar. Sebuah Pulau, yang aku percaya akan menghasilkan sarjana-sarjana yang hebat dan takut akan Tuhan. ID